EKTIMA


Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus group A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima.

Etiologi Ektima / Penyebab Ektima
Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Selain Streptococcus, penyebab lain dari ektima adalah Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan Streptococcus group A, 85%  terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan bahwa dari 35 pasien impetigo dan ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%) disebabkan oleh streptococcus group A, dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.
Streptococcus β-hemolyticus group A dapat menyebabkan lesi atau menimbulkan infeksi sekunder pada lesi yang telah ada sebelumnya. Kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga) dan keadaan imunokompromais  merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat, sanitasi buruk dan malnutrisi.
Patofisiologi Ektima / Patogenesis Ektima
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin  yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung  pada molekul HLA-DR  pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks  reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi  non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera jaringan.
Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada ekskoriasi, gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orang-orang yang mengalami gangguan sistem imun.
Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit sebelumnya menyebabkan  fungsi kulit sebagai pelindung  akan terganggu sehingga memudahkan terjadi infeksi bakteri.
Gejala Klinis Ektima / Manifestasi Klinis Ektima
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bulla yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering. Krusta sangat sulit dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang ireguler. Dapat disertai demam dan limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.
Pemeriksaan Penunjang Ektima
Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan  yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam untuk pewarnaan gram dan kultur. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN.
Diagnosis Ektima
Pasien ektima datang dengan keluhan luka dengan predileksi pada tungkai bawah. Trauma berulang biasanya karena gigitan serangga, dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bula yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering.
Pemeriksaan fisis efloresensi dari ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta.
Diagnosis Banding Ektima
Diagnosis banding ektima, antara lain:
Folikulitis
Folikulitis adalah radang pada folikel rambut yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Predileksi  pada tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa yang ditumbuhi rambut dan biasanya multipel.
Impetigo krustosa
Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus β hemolitica. Krusta biasanya lebih dangkal, mudah diangkat, dan tempat predileksinya pada wajah dan punggung serta lebih sering terdapat pada anak-anak.