Impetigo Bulosa


Impetigo bulosa

Impetigo bulosa merupakan suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet. Impetigo adalah infeksi pada kulit disebabkan oleh bakteri yang mengenai kulit bagian atas (epidermis superfisial). 

Impetigo terdiri dari dua jenis, yaitu impetigo bulosa (dengan gelembung berisi cairan) dan impetigo non bulosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng). Impetigo non bulosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo kontagiosa.
Pada lesi non bulosa kebanyakan lesi disebabkan oleh S.aureus dan GABHS, hasil dari kultur dan frekuensi relatif dari setiap agen patogen dapat memliki variasi perbedaan tergantung dari daerah geografis, iklim, dan usia dari host. S. aureus dapat dikultur dari lesi impetigo pada anak-anak segala usia,kecuali untuk daerah endemis, GABHS jarang terjadi pada anak usia <2th tetapi sering ditemukan pada usia anak-anak TK. Sedangkan pada lesi bulosa, impetigo bulosa sering disebabkan oleh S aureus grup 2 dengan menghasilkan toxin eksfoliatif A dan B yang akan menyebabkan adhesi sel pada lapisan superfisial dari epidermis, memecah lapisan stratum granulare dan membentuk blister.
              Penatalaksanaan dari impetigo meliputi perawatan luka baik secara topikal maupun pemberian antibiotik sistemik. Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan memperbaiki kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain dan mencegah kekambuhan. Menjaga kebersihan dan menghilangkan faktor predisposisi.
Pengobatan harus efektif, tidak mahal dan memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena hanya diberikan pada kulit yang terinfeksi sehingga meminimalkan efek samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas pada kulit orang-orang tertentu. Untuk perawatan luka, bersihkan lesi dengan menggunakan larutan antiseptik. Bila lesi basah, lesi bisa dikompres dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000 atau dengan antiseptik lainnya. Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan dan dibersihkan dengan antiseptic dan diberi salep antibiotic (kloramphenicol 2% atau eritromisin 3%). Jika ada gejala konstitusi berupa demam sebaiknya diberikan antibitik sistemik seperti penisilin 3-50mg/kgbb atau antibiotic lain yang sensitive.
Guideline dari Infectious Diseases Society of America (IDSA) tentang diagnosis dan management infeksi kulit dan jaringan lunak  tahun 2005 merekomendasikan pengobatan topical untuk lesi yang terbatas dan antibiotic oral ketika penyakit lebih berat.  Terapi antibiotik topikal dan oral merupakan pilihan terapi yang sesuai untuk impetigo. Meskipun merupakan terapi pilihan yang pada tahun-tahun lalu, tetapi untuk saat ini Penicilin sudah tidak sesuai lagi Karena sebagian besar S. aureus pada umumnya menghasilkan beta laktamase yang dapat menginaktivasi baik penicillin maupun ampicilin. Eritromicin, cephalexin, dicloxacillin, danmupirocin dan asam fusidat topical efektif melawan strain local staphylococcus .
Terapi pilihan untuk impetigo adalah mupirocin, asam fusidat, atau tetrasiklin  cream atau zalf, eritromicin oral (250 mg empat kali sehari pada dewasa,  pada anak 40 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 4 dosis) atau dicloxacilin (250 mg empat kali sehari pada dewasa,  pada anak 12 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 4 dosis). Terapi oral alternative adalah cephalexin (250 mg empat kali sehari atau 500 mg dua kali sehari pada dewasa,  pada anak 25 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 4 dosis)antibiotic tersebut tidak sesuai untuk S.Aureus yang resisten methicilin. Durasi pengobatan adalah 10 hari bail untuk antibiotic oral maupun topical.
Guideline ini merekomendasikan pengobatan topikal untuk penyakit lokal, karena sama keefektifannya dan lebih sedikit efek sampingnya diabnding terapi oral. Meskipun RCT tidak membedakan terapi optimal untuk penyakit yang lebih ekstensif , kami menyarankan terapi oral untuk penyakit ekstensif atau pada dewasa, penyakit melibatkan tangan dan wajah yang berkontaminasi minimal dengan mata. Debridement krusta pada lesi dengan menggosok dengan lembut pada umumnya direkomendasikan.
Pada pasien ini mendapat terapi antihistamin berupa CTM untuk mengatasi pruritusnya. Pasien juga mendapat antibiotik topikal dan sistemik yaitu asam fusidat cream dan kotrimoksasol tablet. Pemberian antibiotic topikal sudah tepat, tetapi pemberian antibiotik sistemik pada pasien ini kurang tepat karena lesi yang muncul hanya satu dan tidak ada gejala sistemik serta mengurangi efek samping obat..
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi streptokokus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak dan tekanan darah tinggi, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.
Impetigo adalah infeksi piogenik superfisial dan mudah menular yang terdapat dipermukaan kulit. Infeksi ini disebabkan oleh streptokok dan stafilokok, dan berpindah dari manusia ke manusia melalui kontak, terutama antara anak-anak. Pengobatannya terdiri dari pemberian antibiotik baik sistemik maupun topikal dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal yang dirasakan pasien.