ASFIKSIA NEONATORUM


ASFIKSIA NEONATORUM

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2

            Di Indonesia banyaknya bayi yang meninggal di karenakan terserang asfiksia neonatorum sebesar 33%, ini di karenakan ketidak mampuan anak untuk bernafas secara baik, Keadaan ini juga di pengaruhi oleh posisi anak atau bayi yang tidak baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum. (WHO,2010).
B. Tujuan
1.            Mahasiswa Kedokteran dapat menjelaskan definisi Asfiksia neontorum, etiologi Asfiksia neonatorum, epidemiologi Asfiksia neonatorum, gejala klinis Asfiksia neonatorum, patofisiologi Asfiksia neonatorum, pemeriksaan fisik Asfiksia neonatorum, pemeriksaan penunjang Asfiksia neonatorum, penatalaksanaan Asfiksia neonatorum, diagnosa Asfiksia neonatorum, diagnosis banding Asfiksia neonatorum, komplikasi Asfiksia neonatorum, prognosis Asfiksia neonatorum
2.            Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah / Makalah di bidang kedokteran.
3.            Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik
4.            Metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
  1. Definisi Asfiksia neonatorum
             Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
  1. Etiologi Asfiksia neonatorum
Faktor ibu
  1. Cacat bawaan
  2. Hipoventilasi selama anastesi
  3. Penyakit jantung sianosis
  4. Gagal bernafas
  5. Keracunan CO
  6. Tekanan darah rendah
  7. Gangguan kontraksi uterus
  8. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  9. Sosial ekonomi rendah
  10. Hipertensi pada penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum
  1. Kompresi umbilikus
  2. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
  3. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
  4. Prematur
  5. Gemeli
  6. Kelainan congential
  7. Pemakaian obat anestesi
  8. Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta
  1. Plasenta tipis
  2. Plasenta kecil
  3. Plasenta tidak menempel
  4. Solusio plasenta
Faktor persalinan
  1. Partus lama
  2. Partus tindakan
  1. Patofisiologi Asfiksia neonatorum
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.             Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
  1. Manifestasi klinis Asfiksia neonatorum
Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
1. serangan jantung
2. Periode hemorragis
3. Sianosis dan kongestif
4. Penemuan jalan nafas
Diagnosis Asfiksia neonatorum
Anamnesis: Gangguan / kesulitan waktu lahir tidak bernafas/menangi
Pemeriksaan fisik Asfiksia neonatorum
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada 100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ektermitas biru Merah seluruh tubuh
Niali 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantuan nilai apgar pada menit ke01 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7, nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resustansi bayi baru lahir dan menetukan prognosis, bukan untuk memulai resustansi karena dimulai 30 detik setelah lahir bila bayitidak menangis ( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar ).
  1. Pemeriksaan penunjang Asfiksia neonatorum
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. laboraturium : Darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Pemeriksaan diagnostik Asfiksia neonatorum
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
  1. Komplikasi Asfiksia neonatorum
Meliputi berbagai organ yaitu:
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh
5. Hematologi: dic
  1. Penatalaksanaan Asfiksia neonatorum
            Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering
Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Ø Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi  Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafasØ bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:  Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi.Ø Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan  Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggungØ bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.